Transformasi Digital dalam Manajemen ASN

Perkembangan era teknologi digital yang masif telah memacu Pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi di seluruh aspek tata kelola pemerintah. Pengembangan Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) atau yang lebih dikenal dengan E-Government (e-gov) kini menjadi program prioritas pemerintah, tidak hanya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, namun juga untuk mengakselarasi sistem manajemen Aparatur Sipil Negara di Indonesia.”Kedepan, seluruh Sistem kepegawaian pemerintah akan terintegrasi secara online, sehingga seluruh Administrasi kepegawaian akan berlaku secara otomatis, tidak akan lagi urusan kepegawaian secara manual,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur saat memberikan materi pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepegawaian Tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara dan dibuka langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta Convention Center, Jakarta (Rabu, 10/5).Dalam Rakornas Kepegawaian yang tahun ini mengangkat tema “Transformasi Digital dalam Manajemen ASN”, Menteri Asman menyampaikan bahwa Pemerintah telah memiliki PP No. 11/2017 tentang Manajemen PNS sebagai turunan dari UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dimana saat ini terdapat 5 fokus Reformasi Birokrasi yang menjadi Prioritas Pemerintah guna mewujudkan tata kelola pemerintah yang akuntabel, efektif, serta efisien salah satunya penerapan teknologi digital dalam Sistem Pemerintahan.Selain layanan kepegawaian, lanjut Menteri Asman, Pemerintah juga telah menerapkan e-budgeting (perencanaan anggaran), e-procurement (lelang elektronik) , e-catalogue (belanja barang secara elektronik), e-audit (audit secara elektronik), hingga cash flow management system yaitu sistem management keuangan pemerintah yang terpadu secara online agar seluruh sistem keuangan negara dapat diakses masyarakat secara transparan.Ditambah lagi, MenPANRB menjelaskan saat ini Kementerian PANRB tengah bekerja sama dengan Kementerian Kominfo dan Bappenas untuk membangun integrasi seluruh aplikasi sistem pemerintah , sehingga ke depan seluruh aplikasi pemerintahan dapat tersambung secara online dan dapat diakses oleh seluruh K/L/D/I.Pada kesempatan ini, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla memberikan apresiasi setinggi-tingginya bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang telah memberikan komitmen serta kerja kerasnya dalam menjalankan roda Pemerintahan demi mewujudkan tata kelola pemerintah yang akuntabel dan pelayanan publik ya prima.Dengan adanya penerapan E-Gov, Wapres mengharapkan seluruh sistem layanan pemerintah menjadi cepat, simple , singkat, sehingga bermanfaat melayani masyarakat, dan memberikan layanan terbaik untuk kesejahteraan bersama.Dalam laporannya, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyampaikan bahwa transformasi digital dalam manajemen ASN tahun ini merupakan suatu fokus pemerintah yang diperlukan percepatan dalam implementasinya.”Mendukung Indonesia menyongsong Digital Government 2020, BKN akan membangun sistem digital elektronik dalam sistem manajemen aparatur sipil negara agar Indonesia serta para aparaturnya siap dalam menghadapi era global yang kompetitif,” ujar Bima.Acara ini juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, para Sekretaris Jenderal Kementerian, Sekretaris Daerah, serta para Kepala Badan Kepegawaian Daerah dari seluruh Indonesia.

Kepala BKN: PP Manajemen PNS Jamin Adanya Sistem Merit

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang merupakan turunan Undang-Undang ASN telah terbit. Terkait PP tersebut,Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan PP Manajemen PNS Jamin Adanya Sistem Merit.“PP ini dibuat untuk menjamin adanya merit systemMerit system secara sederhana, yaitu jika seseorang kompetensinya lebih tinggi dan kinerjanya lebih tinggi dari saya. Apakah ia berhak mendapat insentif yg lebih tinggi dari saya. Jawabannya iya. Kalau seseorang kompetensinya lebih buruk atau kinerjanya lebih rendah dari saya apakah saya ikhlas mendapat insentif yang lebih dari saya. Jawabannya tidak,” jelas Bima saat menjadi narasumber pada Sosialisasi PP No. 11 Tahun 2017, pada Selasa (02/05) di Pusbindiklat BPPT.Lebih lanjut, Bima mengatakan ada beberapa poin-poin penting yang membedakan Peraturan Pemerintah ini dengan peraturan sebelumnya. “UU ASN itu merupakan suatu UU profesi. Berbeda dengan sebelumnya UU Nomor 43 Tahun 1999 mengenai pokok-pokok kepegawaian. Jadi, UU ASN ini profesi ASN, profesinya yang diatur, bukan hanya administrasi kepegawaiannya,” Ujar Bima.Dengan demikian, Bima menambahkan, jika UU ASN mengenai profesi maka harus ada kompetensi yang bisa dibuktikan dengan sertifikasi profesinya. Hal itu untuk membangun suatu standar kompetensi yang baku. “Kalau sudah memiliki standar kompetensi yang baku, diperlukan juga standar kode etik dan kode perilaku karena ini menunjukan pelayanan profesi. Kompetensi ini tidak serta merta, sehingga diperlukan standar diklat untuk menjamin standar kompetensi ini,” kata Bima.Selain itu, dibutuhkan suatu organisasi yang dapat menjaga atau mengawasi secara independen, baik kode etik dan kode perilaku maupun pengembangan kompetensi. “Organisasi ini perlu memberikan masukan atau kajian mengenai kompetensi-kompetensi apa yang harus dibangun,” tandas Bima. Implementasi merit system, sambung Bima, tentu dimulai dari seluruh siklus. Mulai dari seleksi awal yang harus ada kriteria-kriterianya dan tes menggunakan Computer Assisted Tes (CAT) sehingga hasil tes transparan. Hal itu bertujuan menumbuh kepercayaan masyarakat.  

“PP Manajemen PNS Pacu Arena Kompetisi Terbuka dalam Pengisian Jabatan”

Terbitnya PP Nomor 11/2017, guidance pelaksanaan Sistem Merit dalam pola pembinaan manajemen PNS otomatis mengalami transformasi sesuai dengan tuntutan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pembinaan PNS mulai dari sistem rekrutmen hingga pengangkatan ke dalam jabatan menekankan 3 (tiga) aspek mutlak yakni kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Ketiga aspek dalam sistem merit ini membawa pola perubahan pembinaan manajemen PNS yang selama ini berada pada konsep comfort zone bertransisi menjadi comfort competitive zone. Peralihan pola pembinaan manajemen PNS dalam PP 11/2017 ini tidak akan memberlakukan syarat pangkat/golongan ruang dalam pengangkatan ke dalam jabatan dan akan berdampak aspek penggajian/tunjangan PNS. “Artinya, peningkatan karier setiap PNS tidak lagi didasarkan pada pangkat/golongan ruang atau masa kerja. Selama memenuhi syarat dan kualifikasi pengangkatan ke dalam jabatan yang akan diduduki, berhak berkompetisi secara terbuka. Dengan kata lain, pengisian jabatan tidak ditentukan oleh lama atau tidaknya suatu masa kerja, tetapi berorientasi pada kompetisi terbuka sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan masing-masing jabatan

Pemerintah Tidak Akan Lakukan Rasionalisasi PNS

Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Dwi Wahyu Atmaji menegaskan bahwa pemerintah tidak berencana bahkan tidak ada niat untuk melakukan rasionalisasi PNS. Hal itu ditegaskan menanggapi beredarnya meme dari Liputan6.com yang mengesankan seolah-olah Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan rasionalisasi pegawai.Atmaji mengatakan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 11/2017 tentang Manajemen PNS sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). “Tetapi tidak ada rencana untuk melakukan rasionalisasi PNS,” tegasnya di Jakarta, Senin (01/05).Skema yang beredar tersebut, yang tertulis dibuat oleh liputan6.com diambil dari pasal 241 PP No. 11/2017 tentang Manajemen PNS. Namun judulnya kurang tepat, sehingga mengesankan seolah-olah Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan rasionalisasi pegawai. “Banyak pertanyaan dari berbagai pihak yang ditujukan kepada Kemenpanrb untuk meminta konfirmasi apakah betul akan dilakukan rasionalisasi pegawai”, sambung Atmaji.Menurut Atmaji, dalam pasal 241 tersebut bukan berarti pemerintah akan melakukan rasionalisasi pegawai. “Itu hanya aturan normatif bila terdapat perampingan organisasi. Dapat saya tegaskan di sini bahwa hingga saat ini Pemerintah tidak berencana bahkan tidak ada niat sedikit pun untuk melakukan rasionalisasi pegawai,” tegas Atmaji.Lebih lanjut Atmaji menambahkankan bahwa pemerintah saat ini justru sedang berusaha untuk mengoptimalkan PNS yang ada melalui program peningkatan kompetensi agar mereka makin profesional dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu diharapkan segenap PNS dimana pun berada tidak perlu resah karena pemerintah sama sekali tidak ada niat untuk melakukan rasionalisasi pegawai. 

7 Hak Cuti PNS Sesuai PP No. 11/2017

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2017, terdapat aturan tentang cuti bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).Menurut PP ini, cuti diberikan oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian), yang dapat didelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat di lingkungannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya.

“Cuti bagi PNS yang ditugaskan pada lembaga yang bukan bagian dari kementerian atau lembaga diberikan oleh pimpinan lembaga yang bersangkutan kecuali cuti di luar tanggungan negara,” bunyi Pasal 309 ayat (3) PP tersebut.

Dalam PP ini disebutkan, cuti terdiri atas:

  1. Cuti tahunan;
  2. Cuti besar;
  3. Cuti sakit;
  4. Cuti melahirkan;
  5. Cuti karena alasan penting;
  6. Cuti bersama; dan
  7. Cuti di luar tanggungan negara.

1. Cuti Tahunan
PP ini menyebutkan, PNS dan calon PNS yang telah bekerja paling kurang 1 (satu) tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan. Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud adalah 12 (dua belas) hari kerja. Untuk menggunakan hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud, PNS atau calon PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan. “Hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan,” bunyi Pasal 312 ayat (4) PP ini. Dalam hal hak atas cuti tahunan yang akan digunakan di tempat yang sulit perhubungannya, menurut PP ini, jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 12 (dua belas) hari kalender. Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam tahun yang bersangkutan, menurut PP ini, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun berjalan. “Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan 2 (dua) tahun atau lebih berturut-turut, dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk hak atas cuti tahunan dalam tahun berjalan,” bunyi Pasal 313 ayat (2) PP ini.
PNS yang menduduki Jabatan guru pada sekolah dan Jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan, menurut PP ini, disamakan dengan PNS yang telah menggunakan hak cuti tahunan.

2. Cuti Besar
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) secara terus menerus, menurut PP ini berhak lama 3 (tiga) bulan. Ketentuan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dikecualikan bagi PNS yang masa kerjanya belum 5 (lima) tahun, untuk kepentingan agama. PNS yang menggunakan hak atas cuti besar, menurut PP ini,  tidak berhak atas cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan.
“Hak cuti besar diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti besar. Namun hak cuti besar dapat ditangguhkan penggunaannya oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti besar untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila kepentingan dinas mendesak, kecuali untuk kepentingan agama,” bunyi Pasal 317 PP ini.

3. Cuti Sakit
Menurut PP ini, setiap PNS yang menderita sakit berhak atas cuti sakit. PNS yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenangng untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter. PNS yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter pemerintah. Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud  diberikan untuk waktu paling lama I (satu) tahun. Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila diperlukan, berdasarkan surat keterangan tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.PNS yang mengalami gugur kandungan, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan. “Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud , PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan,” bunyi Pasal 321 ayat (2) PP ini.

4. Cuti Melahirkan
PP ini juga menyebutkan,  untuk kelahiran anak pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat menjadi PNS, berhak atas cuti melahirkan. Untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya, kepada PNS diberikan cuti besar. Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud adalah 3 (tiga) bulan. Untuk dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan. “Hak cuti melahirkan sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan,” bunyi Pasal 326 ayat (2) PP ini.

5. Cuti Karena Alasan Penting
Menurut PP ini, PNS berhak atas cuti karena alasan penting, apabila:
a. ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu salit keras atau meninggal dunia;
b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud pada huruf a meninggal dunia, dan menurut peraturan perundang-undangan PNS yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia; atau
c. Melangsungkan perkawinan.

“Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti karena alasan penting paling lama 1 (satu) bulan,” bunyi Pasal 330 PP Nio. 11 Tahun 2017 itu.

6. Cuti Bersama
PP ini menegaskan, Presiden dapat menetapkan cuti bersama. Cuti bersama sebagaimana dimaksud tidak mengurangi hak cuti tahunan. PNS yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas cuti bersama, menurut PP ini, hak cuti tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak diberikan. Cuti bersama sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

7. Cuti di Luar Tanggungan Negara
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus karena alasan pribadi dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara. Cuti di luar tanggungan negara itu dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun. “Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang paling lama I (satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting memperpanjangnya,” bunyi Pasal 334 ayat (3) PP ini. Menurut PP ini, cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan PNS yang bersangkutan diberhentikan dari Jabatannya. Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti di luar tanggungan negara harus diisi. Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, menurut PP ini, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK disertai dengan alasan. “Cuti di luar tanggungan negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan PPK setelah mendapat persetujuan dari Kepala BKN,” bunyi Pasal 336 ayat (2) PP ini.Menurut PP ini, selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara, PNS yang bersangkutan tidak menerima penghasilan PNS. Dan selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.

Ditegaskan dalam PP ini, PNS yang sedang menggunakan hak atas cuti dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak. Dalam hal PNS dipanggil kembali bekerja sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, jangka waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak PNS yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian cuti diatur dengan Peraturan Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara). “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 364 Peratuan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 April 2017 itu.